Minggu, 15 Januari 2012

Hukum Penjajah untuk Anak Jajahan

Hukum Penjajah untuk Anak Jajahan
Oleh : Ahmad Gazali *(


Ketika kita memproklamirkan Kemerdekaan Indonesia 17 Agustus 1945 hukum yang  berlaku hukum penjajah untuk anak jajahan dan  tak pernah kita ganti hingga detik ini. Tak salah Belanda baru mengakui secara de jure  Kemerdekaan Indonensia tahun 2010. Sudah dua (2)  Menteri  Hukum ( Kehakiman dan Hak Asasi Manusia) yaitu Yusril Ihza Mahendra dan Patrialis Akbar berikhtiar mempersiapkan Draft KUHP (Kiktab Undang-Undang Hukum Acara Pidana ) sesuai  rasa keadilan bangsa Indonesia, mentok ditengah jalan.

Sebagai modal, kita telah memiliki  Undang-undang kerajaan dan hukum Adat,  nilai-nilai yang terkandung didalamnya tidak kalah universal dibanding perkembangan hukum dan hak asasi manusia   mutkhir. Tinggal lagi bagaimana kita mentransfer idium-idium/bahasa lama (theosofi-tradisional) ke bahasa kini, salah satu contoh : hukuman mati. Yang terbukti bersalah diandam di rumah raja ( didekatkan pada orang yang khusus pekerjaannya menangani masalah akhlak dan budi pekerti).

Tidak dibunuh karena kita tak pandai bikin nyawa dan yang dibunuh laku jahiliyahnya. Manusiawi bukan ? Tentu saja draft dengan pendekatan kerangka/metode yang dibutuhkan kini dan akan datang. Kita telah memiliki begitu banyak pakar hukum dan hak asasi manusia. Amat disayangkan berputar-putar disitu saja, yang dirombak cuma ranting dan dahan, tidak pada pangkal masalah. Otomatis siapapun yang berkuasa setelah kemerdekaan diproklamirkan hingga kini terkesan menjajah dan kenyataannya kita sama rasakan  serta kini mulai meledak.

Dengan sendirinya ada proteksi/perlindungan untuk penjajah, ini diduga kuat penyebab utama korupsi, kejahatan yang dilakukan oleh penguasa  (penjajah-pen)  untuk rakyat Indonesia ( anak jajahan-pen ) sulit dibongkar, apalagi diadili. Sepanjang pangkal masalah tidak kita benahi –hemat penulis- selama itu pula negara kita ini carut-marut, yang keluar dari mulut kita seputar bahasa kebun binatang.

Inilah yang penulis renungkan sejak lama  karena merasa  bukan berbasis hukum, akhirnya percikan pemikiran ini tertuliskan juga. Gamang menyaksikan begitu hebat-hebatnya pakar hukum kita di panggung negara tercinta ini. Dalam hati penulis:mudah-mudahan tidak salah!

*( Ahmad Gazali mantan wartawan, kini konsultan economic  & engineering pada PT Nan Tembo
     Konsultan. Berdomisili di Padang



Ahmad Gazali Alamat  Kantor Perhimpunan Bantuan Hukum dan Hak Asasi Manusia Indonesia ( PBHI) Wilayah Sumatera Barat Jl Belanti Barat 7 No 102 Kelurahan Lolong  Kota Padang.
No kontak 0812928936- 081993302051

3 komentar: