Minggu, 15 Januari 2012

Akademisi Fotocopy

Akademisi Fotocopy
Oleh Ahmad Gazali *(
Musuh dunia pendidikan adalah iirasionalitas akan lebih parah merasionalkan yang tak rasional (irrasionalitas) sebagai mata air akal tak sehat yang sering dikeluhkan belakangan. Mata air rasionalitas selama ini dikenal perguruan tinggi (PT) dimaksud mewabahkan ketengah masyarakat dengan harapan mencerdaskan kehidupan berbangsa cepat dicapai, keruh dihulu akan keruh hingga muara.
Ada pendidikan dan pengajaran, penelitian dan pengabdian masyarakat (Tri Dharma) yang terjadi pendidikan dan pengajaran, penelitian, keduanya  jalan dan berkaitan dengan pengabdian masyarakat mahasiswa justru gotong royong, bikin jalan dan semacamnya, tak nyambung penelitian dosen dengan pengabdian masyarakat oleh mahasiswa. Hal seperti ini terus bergulir seakan sudah menjadi kewajaran.
Sebagian yang tamat menjadi dosen di almamaternya, pada gilirannya mereka yang tak punya pengalaman menerapkan hasil penelitian menjadi dosen pula. Akibatnya, yang dipindahkan ke kepala mahasiswa isi buku, bukan menjelaskan pengalaman dan hasil analisi dari menerapkan isi buku atau hasil penelitian. Membaca buku agaknya  lebih mudah mahasiswa kini karena banyak pasilitas yang bisa digunakan lewat dunia maya, misalnya.
Mahasiswa diperlakukan seperti di taman kanak-kanak, ini dirasakan betul oleh mahasiswa asal negara maju yang kuliah disini. Catatan kuliah hanya berguna untuk ujian, tak dapat bermanfaat untuk dibawa pulang, apalagi  bisa diajarkan ke masyarakat. Jadilah yang dituntut, ilmu yang berguna bukan ilmu yang bermanfaat seperti diamanahkan ajaran agama wahyu.
Industri Otak?
Dipersubur oleh dimana-mana ada pabrik pembuatan skripsi, tesis dan disertasi, sudah bukan rahasia lagi. Ada saja oknum dari PT   daerah ini bergerilya di perpustakaan beberapa PT  ternama di pulau Jawa mencari  contoh skripsi, tesis dan disertasi sesuai pesanan terutama ilmu-ilmu sosial. Berapa banyak dana riset yang berbasis teknologi harus kembali ke pusat karena PT kita  yatim teknologi. Berapa banyak tenaga peneliti yang kita kirim, dipulangkan karena memalsu data.         
Masih betul jalannya antara lain, teknik, kedokteran, sesudah mendapat  Drs Med, diperlukan praktek (Co Ast) 2 tahun untuk menyandang gelar profesi dokter, begitu pula hukum, untuk jadi advokat, hakim, jaksa, notaris  tambah 2 tahun magang, farmasi untuk menjadi  apoteker tambah 2 tahun, begitu untuk menjadi konsultan. Menyandang gelar profesi memiliki kopetensi terlebih dulu  mendapatkan pengakuan dari lembaga profesi di bidangnya.
Tidak otomatis tamat ilmu komputer, lalu ahli komputer, sertikasi ahli dikeluarkan oleh lembaga profesi. Begitu pula psykhologi menjadi psykolog terlebih dulu harus mendapat pengakuan dari lembaga profesi  para psykolog.
Benarkah di daerah kita ada industri otak ? Mungkinkah mahasiswa akan cerdas, bila tak boleh bertanya karena  sang dosen takut/khawatir tak bisa menjawab pertanyaan, lalu membentengi diri sok seram, menggunakan kekuasaan dengan ancaman, mau lulus atau tidak. Nasib nilai anda ditanganku, kata dosen sesuai otoritas yang diizinkan.
Kita tidak menafikan banyak hal positif, misalnya di Universitas Negeri Padang (UNP) semasih IKIP ada jurusan Filsafat, kini hilang. Tapi ada tenaga air untuk listrik mini  yang masih operasional  di pedesaan dinikmati masyarakat. Di Institut Agama Islam Negeri (IAIN) ada jurusan Akidah Filsafat, mahasiswanya  tak lebih 10 orang tiap tahunnya. Adakah pencarian ilmu ? Bila ada bisa kita ketahui, bidang apa yang ditemukan, siapa atau tim mana yang menemukan ilmu baru yang bermanfaat itu.
Kita juga menyaksikan di Universitas Bung Hatta pada awalnya Faklutas Industri dan Fakultas Perikanan banyak peminat, selain masih langka , ada harapan tamat nanti mudah cari kerja. Apa boleh buat ditengah masyarakat belum diterima karena didaerah ini minim industri. Tak ada tempat praktek yang memadai, ujung-ujungnya minim pengalaman.
Jumlah mahasiswa UNP kini sekitar 37.000 dan Universitas Andalas (Unand) seputar 18.000  Perbandingan yang mecolok, selamanya jumlah mahasiswa IKIP dulu belum pernah melebihi jumlah mahasiswa Unand. Menurut Prof Helmi dari Unand : setelah di akreditasi ternyata kualitas Unand dibawah Universitas Bengkulu dan UNP. Tulisan Helmi dimuat di media masa 6 tahun lalu.
Diam-diam masyarakat berburu kualitas, tak sanggup lagi dibodohi dengan bahasa iklan bahwa sarjana adalah segala-galanya. Bandingkan dengan setiap Rektor Universitas Gadjah Mada (UGM) saat wisuda yang tak pernah lupa memesankan : “ijazah sarjana yang anda peroleh dengan susah payah hari ini adalah pertanda bahwa anda memulai menjadi mahasiswa baru ditengah masyarakat”, sehingga para wisudawan keluar dari kampus dengan kepala tunduk.
Ditingkat Sekolah Dasar (SD) diajarkan : haram kali haram sama dengan halal ( -  x  - =  + ) matematika, betul demikian adanya untuk para ahli. Ajaran agama mana yang bisa menerima haram klali haram sama dengan halal? Sedangkan haram kali halal saja sama dengan haram ( -  x +  = -  ).
Pertanyaannya, sudah pantaskan diajarkan kepada anak SD  haram kali haram sama dengan halal ?.
Irrasionalitas musuh utama pendidikan.    
Tulisan ini tidak bermaksud menafikan hal yang positif apa yang dilakukan oleh PT kita didaerah ini, pengamatan penulis selama tidak kurang seperempat abad berstautin di sini, kenyataan ini patut kita pertanyakan sebagai langkah koreksi, kita ingin kualitas PT   semakin baik. Selama ini kita pentingkan kwantitas, jumlah PT sudah banyak dan kini kita wajib berburu kualitas agar Industri Otak  yang sering kita iklankan, ke depan terujud hendaknya.****


(Ahmad Gazali  adalah mantan wartawan,
kini Konsultan Economic & Engineering di PT Nan Tembo, berdomisili di Padang)
-          Alamat:  Ahmad Gazali  Kantor Perhimpunan Bantuan Hukum dan Hak Asasi Manusia Indonesia (PBHI) Wilayah Sumatera Barat Jl Belanti Barat 7 No 101 Lolong Padang
         Nomor kontak : 081266928936 - 081993302051

0 komentar:

Posting Komentar