foto direktorat.

Sebenarnya ini foto direktorat, cuma karena belum sempat edit pengaturan script foto jadi yang tampak atapnya saja.

This is default featured slide 2 title

Go to Blogger edit html and find these sentences.Now replace these sentences with your own descriptions.

This is default featured slide 3 title

Go to Blogger edit html and find these sentences.Now replace these sentences with your own descriptions.

This is default featured slide 4 title

Go to Blogger edit html and find these sentences.Now replace these sentences with your own descriptions.

This is default featured slide 5 title

Go to Blogger edit html and find these sentences.Now replace these sentences with your own descriptions.

Minggu, 15 Januari 2012

Hukum Penjajah untuk Anak Jajahan

Hukum Penjajah untuk Anak Jajahan
Oleh : Ahmad Gazali *(


Ketika kita memproklamirkan Kemerdekaan Indonesia 17 Agustus 1945 hukum yang  berlaku hukum penjajah untuk anak jajahan dan  tak pernah kita ganti hingga detik ini. Tak salah Belanda baru mengakui secara de jure  Kemerdekaan Indonensia tahun 2010. Sudah dua (2)  Menteri  Hukum ( Kehakiman dan Hak Asasi Manusia) yaitu Yusril Ihza Mahendra dan Patrialis Akbar berikhtiar mempersiapkan Draft KUHP (Kiktab Undang-Undang Hukum Acara Pidana ) sesuai  rasa keadilan bangsa Indonesia, mentok ditengah jalan.

Sebagai modal, kita telah memiliki  Undang-undang kerajaan dan hukum Adat,  nilai-nilai yang terkandung didalamnya tidak kalah universal dibanding perkembangan hukum dan hak asasi manusia   mutkhir. Tinggal lagi bagaimana kita mentransfer idium-idium/bahasa lama (theosofi-tradisional) ke bahasa kini, salah satu contoh : hukuman mati. Yang terbukti bersalah diandam di rumah raja ( didekatkan pada orang yang khusus pekerjaannya menangani masalah akhlak dan budi pekerti).

Tidak dibunuh karena kita tak pandai bikin nyawa dan yang dibunuh laku jahiliyahnya. Manusiawi bukan ? Tentu saja draft dengan pendekatan kerangka/metode yang dibutuhkan kini dan akan datang. Kita telah memiliki begitu banyak pakar hukum dan hak asasi manusia. Amat disayangkan berputar-putar disitu saja, yang dirombak cuma ranting dan dahan, tidak pada pangkal masalah. Otomatis siapapun yang berkuasa setelah kemerdekaan diproklamirkan hingga kini terkesan menjajah dan kenyataannya kita sama rasakan  serta kini mulai meledak.

Dengan sendirinya ada proteksi/perlindungan untuk penjajah, ini diduga kuat penyebab utama korupsi, kejahatan yang dilakukan oleh penguasa  (penjajah-pen)  untuk rakyat Indonesia ( anak jajahan-pen ) sulit dibongkar, apalagi diadili. Sepanjang pangkal masalah tidak kita benahi –hemat penulis- selama itu pula negara kita ini carut-marut, yang keluar dari mulut kita seputar bahasa kebun binatang.

Inilah yang penulis renungkan sejak lama  karena merasa  bukan berbasis hukum, akhirnya percikan pemikiran ini tertuliskan juga. Gamang menyaksikan begitu hebat-hebatnya pakar hukum kita di panggung negara tercinta ini. Dalam hati penulis:mudah-mudahan tidak salah!

*( Ahmad Gazali mantan wartawan, kini konsultan economic  & engineering pada PT Nan Tembo
     Konsultan. Berdomisili di Padang



Ahmad Gazali Alamat  Kantor Perhimpunan Bantuan Hukum dan Hak Asasi Manusia Indonesia ( PBHI) Wilayah Sumatera Barat Jl Belanti Barat 7 No 102 Kelurahan Lolong  Kota Padang.
No kontak 0812928936- 081993302051

Akal-Akalan

Akal-Akalan

Oleh : Ahmad Gazali *

Kata akal-akalan terlalu sering kita dengar akhir-akhir ini, terutama menyaksikan para pemangku negara membela dirinya walau sudah nyata-nyata bersalah. Tidak semua masyarakat begitu dungu untuk bisa dikibuli terus menerus.  Semutpun diinjak akan menggigit, konon manusia. Hanya keledai yang boleh terperasuk kedalam lubang yang sama dua kali, manusia seyogyanya tidak.

Kearifan tradisional meminta anak kemenakan : tidak menggunakan sembarang akal dari berapa macam akal yang dikemukakan: akal-akalan, akal tergumpal (orang bingung), akal terbalik (orang gila), akal menjalar –aka manjala liok jariang nak maisi- (akal ilmuwan yakni akal bertanya) dan akal yang sebenar akal (akal yang dimbimbing oleh wahyu). Yang boleh dipakai akal sebenar akal dan akal bertanya.

Komunitas pengguna adat alam minangkabau yang keluar dari mulutnya kata-kata pilihan dari bodi yang berharga. Setara dengan kata-kata Muhammad kepada Allah Swt atau sebaliknya. Yang terbersit dihati dibawa naik ke kepala diberi bingkai/metodologi dan yang terbetik di kepala dibawa turun ke hati diberi bungkus etika. Sehingga kata-kata yang keluar memiliki nilai luhur/universal. Sebetulnya pola  ini –hemat penulis- salah satu modal dasar untuk menjadi warga global, bukan menjadi warga kelas sekian.

Sering kita saksikan anak-anak bicara, orang tuanya bilang. O anak saya bijak sekali, pada hal anak-anak itu baru ngeracau. Orang yang kelihatannya pandai bicara, dikatakan sudah hebat tanpa peduli kualitas pembicaraan.Lama kelama-an terbiasa, bila dikeritik akan berang karena dari kecil selalu dibilang : anak manis, ganteng, cantik , pokoknya serba wah tak ada yang salah. Theosofi-tradisional (budaya lama) kita belajar salah: salah dengar, salah duduk, salah mata dan seterusnya.

Orang yang tahu salah akan segera tahu mana yang betul, bila menerima kritik akan berterima kasih. Didunia ini selalu berpasangan karena yang maha tunggal itu hanya  Allah Swt. Yang bisa meredam nafsu serakah, nafsu jahat yang memunculkan pola pikir akal-akalan dan kebingungan   adalah komitmen kepada adat Islamiyah (Minangkabau)  dan agama. Smoga !


*Ahmad Gazali mantan wartawan, kini konsultan econimic & engineering di PT Nan Tembo, berdomisi di Padang.





Ahmad Gazali : Alamat : Kantor Perhimpunan Bantuan Hukum dan Hak Asasi Manusia Indonesia (PBHI) Wilayah Sumatera Barat Jl Belanti Barat 7 no 101 Lolong Padang
\No Kontak : 081266928936-081993302051

Akademisi Fotocopy

Akademisi Fotocopy
Oleh Ahmad Gazali *(
Musuh dunia pendidikan adalah iirasionalitas akan lebih parah merasionalkan yang tak rasional (irrasionalitas) sebagai mata air akal tak sehat yang sering dikeluhkan belakangan. Mata air rasionalitas selama ini dikenal perguruan tinggi (PT) dimaksud mewabahkan ketengah masyarakat dengan harapan mencerdaskan kehidupan berbangsa cepat dicapai, keruh dihulu akan keruh hingga muara.
Ada pendidikan dan pengajaran, penelitian dan pengabdian masyarakat (Tri Dharma) yang terjadi pendidikan dan pengajaran, penelitian, keduanya  jalan dan berkaitan dengan pengabdian masyarakat mahasiswa justru gotong royong, bikin jalan dan semacamnya, tak nyambung penelitian dosen dengan pengabdian masyarakat oleh mahasiswa. Hal seperti ini terus bergulir seakan sudah menjadi kewajaran.
Sebagian yang tamat menjadi dosen di almamaternya, pada gilirannya mereka yang tak punya pengalaman menerapkan hasil penelitian menjadi dosen pula. Akibatnya, yang dipindahkan ke kepala mahasiswa isi buku, bukan menjelaskan pengalaman dan hasil analisi dari menerapkan isi buku atau hasil penelitian. Membaca buku agaknya  lebih mudah mahasiswa kini karena banyak pasilitas yang bisa digunakan lewat dunia maya, misalnya.
Mahasiswa diperlakukan seperti di taman kanak-kanak, ini dirasakan betul oleh mahasiswa asal negara maju yang kuliah disini. Catatan kuliah hanya berguna untuk ujian, tak dapat bermanfaat untuk dibawa pulang, apalagi  bisa diajarkan ke masyarakat. Jadilah yang dituntut, ilmu yang berguna bukan ilmu yang bermanfaat seperti diamanahkan ajaran agama wahyu.
Industri Otak?
Dipersubur oleh dimana-mana ada pabrik pembuatan skripsi, tesis dan disertasi, sudah bukan rahasia lagi. Ada saja oknum dari PT   daerah ini bergerilya di perpustakaan beberapa PT  ternama di pulau Jawa mencari  contoh skripsi, tesis dan disertasi sesuai pesanan terutama ilmu-ilmu sosial. Berapa banyak dana riset yang berbasis teknologi harus kembali ke pusat karena PT kita  yatim teknologi. Berapa banyak tenaga peneliti yang kita kirim, dipulangkan karena memalsu data.         
Masih betul jalannya antara lain, teknik, kedokteran, sesudah mendapat  Drs Med, diperlukan praktek (Co Ast) 2 tahun untuk menyandang gelar profesi dokter, begitu pula hukum, untuk jadi advokat, hakim, jaksa, notaris  tambah 2 tahun magang, farmasi untuk menjadi  apoteker tambah 2 tahun, begitu untuk menjadi konsultan. Menyandang gelar profesi memiliki kopetensi terlebih dulu  mendapatkan pengakuan dari lembaga profesi di bidangnya.
Tidak otomatis tamat ilmu komputer, lalu ahli komputer, sertikasi ahli dikeluarkan oleh lembaga profesi. Begitu pula psykhologi menjadi psykolog terlebih dulu harus mendapat pengakuan dari lembaga profesi  para psykolog.
Benarkah di daerah kita ada industri otak ? Mungkinkah mahasiswa akan cerdas, bila tak boleh bertanya karena  sang dosen takut/khawatir tak bisa menjawab pertanyaan, lalu membentengi diri sok seram, menggunakan kekuasaan dengan ancaman, mau lulus atau tidak. Nasib nilai anda ditanganku, kata dosen sesuai otoritas yang diizinkan.
Kita tidak menafikan banyak hal positif, misalnya di Universitas Negeri Padang (UNP) semasih IKIP ada jurusan Filsafat, kini hilang. Tapi ada tenaga air untuk listrik mini  yang masih operasional  di pedesaan dinikmati masyarakat. Di Institut Agama Islam Negeri (IAIN) ada jurusan Akidah Filsafat, mahasiswanya  tak lebih 10 orang tiap tahunnya. Adakah pencarian ilmu ? Bila ada bisa kita ketahui, bidang apa yang ditemukan, siapa atau tim mana yang menemukan ilmu baru yang bermanfaat itu.
Kita juga menyaksikan di Universitas Bung Hatta pada awalnya Faklutas Industri dan Fakultas Perikanan banyak peminat, selain masih langka , ada harapan tamat nanti mudah cari kerja. Apa boleh buat ditengah masyarakat belum diterima karena didaerah ini minim industri. Tak ada tempat praktek yang memadai, ujung-ujungnya minim pengalaman.
Jumlah mahasiswa UNP kini sekitar 37.000 dan Universitas Andalas (Unand) seputar 18.000  Perbandingan yang mecolok, selamanya jumlah mahasiswa IKIP dulu belum pernah melebihi jumlah mahasiswa Unand. Menurut Prof Helmi dari Unand : setelah di akreditasi ternyata kualitas Unand dibawah Universitas Bengkulu dan UNP. Tulisan Helmi dimuat di media masa 6 tahun lalu.
Diam-diam masyarakat berburu kualitas, tak sanggup lagi dibodohi dengan bahasa iklan bahwa sarjana adalah segala-galanya. Bandingkan dengan setiap Rektor Universitas Gadjah Mada (UGM) saat wisuda yang tak pernah lupa memesankan : “ijazah sarjana yang anda peroleh dengan susah payah hari ini adalah pertanda bahwa anda memulai menjadi mahasiswa baru ditengah masyarakat”, sehingga para wisudawan keluar dari kampus dengan kepala tunduk.
Ditingkat Sekolah Dasar (SD) diajarkan : haram kali haram sama dengan halal ( -  x  - =  + ) matematika, betul demikian adanya untuk para ahli. Ajaran agama mana yang bisa menerima haram klali haram sama dengan halal? Sedangkan haram kali halal saja sama dengan haram ( -  x +  = -  ).
Pertanyaannya, sudah pantaskan diajarkan kepada anak SD  haram kali haram sama dengan halal ?.
Irrasionalitas musuh utama pendidikan.    
Tulisan ini tidak bermaksud menafikan hal yang positif apa yang dilakukan oleh PT kita didaerah ini, pengamatan penulis selama tidak kurang seperempat abad berstautin di sini, kenyataan ini patut kita pertanyakan sebagai langkah koreksi, kita ingin kualitas PT   semakin baik. Selama ini kita pentingkan kwantitas, jumlah PT sudah banyak dan kini kita wajib berburu kualitas agar Industri Otak  yang sering kita iklankan, ke depan terujud hendaknya.****


(Ahmad Gazali  adalah mantan wartawan,
kini Konsultan Economic & Engineering di PT Nan Tembo, berdomisili di Padang)
-          Alamat:  Ahmad Gazali  Kantor Perhimpunan Bantuan Hukum dan Hak Asasi Manusia Indonesia (PBHI) Wilayah Sumatera Barat Jl Belanti Barat 7 No 101 Lolong Padang
         Nomor kontak : 081266928936 - 081993302051